Gempita Gianyar, festival budaya akbar kembali digelar untuk ketiga kalinya hari ini hingga 3 Juli di Ubud. Festival yang dimaksudkan sebagai ajang apresiasi dan pelestarian seni dan budaya Bali ini, kali ini juga diselenggarakan sebagai sebuah perayaan atas terpilihnya Ubud sebagai ”The Best City in Asia” oleh majalah wisata Conde Nast Traveller yang berbasis di Amerika Serikat.
Mengenai terpilihnya Ubud sebagai kota terbaik di Asia, Bupati Gianyar Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati mengatakan, ”Kami sangat bangga bahwa Ubud, satu dari tujuh kecamatan di Kabupaten Gianyar, menarik perhatian dunia dan dianggap sebagai tempat tercantik di Asia. Ini merupakan predikat yang luar biasa dan perlu dirayakan masyarakat Gianyar.”
Tjokorda Oka menyebutkan bahwa Gempita Gianyar merupakan program tahunan Kabupaten Gianyar yang bertujuan mempromosikan Gianyar sebagai Bumi Kesenian Bali dan sebagai sebuah destinasi wisata seni dan budaya.
Kali ini perayaan yang diharapkan mampu menarik lebih dari 5.000 wisatawan dalam negeri maupun mancanegara ini ditandai dengan empat acara utama, yaitu pergelaran Tri Hita Karana, Parade Ubud Street Bash, Peliatan Royal Heritage Dinner, dan Youth Art Camp.
Tri Hita Karana merupakan atraksi budaya yang membuka festival Gempita Gianyar melalui sebuah pertunjukan kolaborasi tari dan musik Bali yang akan diadakan di atas panggung terbuka di Lapangan Astina Ubud. Suguhan ini memadukan karya dan penampilan para maestro tari asal Bali dengan prestasi internasional, seperti I Ketut Rina dan I Nyoman Sura.
Selain itu, dimeriahkan pula oleh penyanyi Ayu Laksmi dan Gita Gutawa, serta paduan maestro musik Bali Anak Agung Oka Dalem dan Bona Alit, di bawah arahan music director Dewa Budjana dan art director Jay Subyakto.
Dalam konferensi pers yang dihelat di Citywalk Sudirman beberapa waktu lalu, Dewa Budjana mengatakan bahwa Tri Hita Karana memiliki makna konsep hubungan yang harmonis antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan alam dan manusia dengan sesamanya.
”Pertunjukan ini diharapkan dapat membentuk pemahaman akan wajah Bali yang utuh. Artinya, banyak insan seni penuh talenta yang kurang dikenal bangsa sendiri,” papar Budjana.
Sementara, Ubud Street Bash mempersembahkan karnaval musik dan fashion yang dilakukan di jalan utama Ubud.
Dalam karnaval ini, Gempita Gianyar menghadirkan parade mode dari 22 desainer yang menggelar koleksi tenun Bali dalam nuansa resort wear. Para perancang busana tersebut adalah Chossy Latu, Denny Wirawan, Ivan Gunawan, Barli Asmara, Ali Charisma, Ari Seputra, Adesagi Kierana, Danny Satriadi, Angelica Wu, Dina Midiani, Dwi Iskandar, Enny Ming. Selain itu, para desainer lain yakni Lenny Agustin, Malik Moestaram, Monika Weber, Yenli Wijaya, Oka Diputra, Putu Aliki, Sofie, Tude Togog, Tjok Abi, Taruna K Kusmayadi, Defryco Audy, dan Thomas Sigar.
”Tema busana dari bahan tenun diangkat dalam misi untuk mengangkat kembali hakikat luhur Tenun Bali dengan berbagai sentuhan baru, baik dari sisi motif, desain, maupun kualitas,” kata Ali Charisma, desainer yang berbasis di Bali.
Selain parade mode, arakarakan tersebut diiringi kelompok musik dan tari Gianyar seperti kelompok gong kebyar, bale ganjur dan sebagainya. Ubud Street Bash menjadi ajang parade budaya terbesar yang pernah diselenggarakan di Ubud.
Gempita Gianyar tahun ini juga menyelenggarakan Youth Art Camp (YAC), sebuah program pengenalan budaya bagi anak-anak muda usia 15-20 tahun yang memiliki minat untuk mempelajari seni, budaya, dan tradisi Bali. Kegiatan ini dipersembahkan melalui kerja sama antara Sekar Saji Nusantara dan Pemerintah Kabupaten Gianyar, dan diselenggarakan oleh Pesona Disain Mamuli dan Dua Synergy Communications, serta disponsori oleh Bank Mandiri dan La Tulipe Cosmetiques.
Baca Juga: